expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Senin, 25 Maret 2013

Apakah Anda Pengguna Jalan yang Baik?

Gkgkgk... judulnya kesannya gimana gitu yaaaa?!!!
Sebenarnya kalau sudah berbicara tentang kendaraan, lalu lintas, dan peraturan itu rasanya sudah berada di garis abu-abu.
Orang tua saya berkata, "Di jalan, orang sudah waspada, tapi kalau tidak menabrak, ya ditabrak orang lain. Kalau kita taat peraturan, di saat yang lain, banyak pula yang tidak taat peraturan." begitulah hukum jalanan menurut orang tua saya. Tadinya saya hanya tertawa-tawa saja mendengar hal tersebut. Tapi sekarang, baru terasa oleh saya kebenaran dari perkataan orang tua saya tersebut.
Tentu saja, karena sekarang saya juga menjadi bagian dari pengguna jalan.
Pengguna jalan itu sebenarnya terbagi menjadi dua, yakni pejalan kaki dan pengguna kendaraan.
Dulu di pelajaran PPKn, guru saya mengajarkan bahwa pejalan kaki berjalan di trotoar, menyeberang di zebra cross atau di jembatan penyeberangan. Pengguna kendaraan tidak melajukan kendaraannya di trotoar, memberi kesempatan bagi para pejalan kaki untuk menyeberang di zebra cross.
Dulu, lampu merah adalah tanda bagi kendaraan untuk benar-benar berhenti, lampu kuning tanda untuk menghentikan kendaraan atau menyalakan mesin (bersiap-siap), dan lampu hijau tanda untuk melaju.
Tapi sekarang, pejalan kaki harus berjalan di bahu jalan karena trotoar digunakan oleh pedagang untuk berjualan, menyeberang di mana saja karena tidak ada zebra cross atau karena jembatan penyeberangan jauh atau rusak. Tidak sedikit pengguna kendaraan (khususnya motor) yang melajukan kendaraannya di trotoar, tidak memberi kesempatan untuk penyeberang, dan ketika melihat lampu (masih) kuning justru melajukan kendaraannya lebih kencang lagi.
Saya sering kali jengkel, ketika saya berjalan kaki di trotoar, tapi masih saja diberi klakson oleh motor yang juga melaju di trotoar, ingin saya berkata, "Terus gue harus terbang gitu?".
Well, seharusnya kan sebagai pengguna jalan kita sudah tahu peraturan. Pejalan kaki itu di trotoar, dan motor, mobil, truk, bis, dll di jalanan. Memang ingin cepat sampai di rumah/kantor/sekolah, tapi bukankah semua pengguna jalan itu juga sama, ingin segera tiba di tempat tujuan. Tapi ya tetap saja harus menghormati hak pengguna jalan lainnya.
So, sudahkah kita menaati peraturan? Peraturan diciptakan bukan untuk dilanggar loh.
Kebayang ga sih kalo semua orang melanggar peraturan yang ada? Pastinya kacau balau deh.
Coba kalau semua orang yang ada di jalan saling menghargai, sepertinya tidak akan ada kecelakaan dan kemacetan.
Kemacetan itu sendiri biasanya bermula dari beberapa pengendara yang tidak ingin saling mengalah dan tidak saling menghargai yang kemudian diikuti oleh beberapa pengendara di belakangnya dan begitulah selanjutnya sehingga menyebabkan kemacetan yang sangat panjang.
Ga percaya? Coba aja lihat perbedaan jalanan ketika jam-jam sibuk (biasanya jam berangkat dan pulang kantor) dan ketika jam-jam biasa. Pasti sangat terasa perbedaannya.
Jadi, salah siapa? Salah peraturankah? Salah pengguna jalankah?
Hehehe... benar dan salah itu relatif, dari sudut mana kita memandang.
Tapi yang pasti, semua itu kembali kepada diri kita sendiri. Sudahkah kita menjadi pengguna jalan yang baik dengan menghormati pengguna jalan lainnya?

Nyeri kaki ketika naik motor

Semenjak menikah, saya menjadi seorang biker, hehe...
Kemana-mana boncengan dengan suami naik motor. Kalo dulu saya kan pengguna angkot sekaligus pejalan kaki, kemana mana jalan kaki atau naik angkot,hehehe....
Tapi ada yang aneh dengan kaki saya ketika naik motor setelah saya menikah.
Padahal dulu, naik motor berapa jam pun tidak masalah kecuali kaku dan pegal. Tapi sekarang, baru juga sejam naik motor, lutut, betis, mata kaki dan telapak kaki saya rasanya sangat nyeri sehingga saya harus meminta suami saya untuk berhenti sejenak guna meluruskan seluruh badan terlebih dahulu.
Saya coba bertanya kepada seorang teman yang kebetulan guru olahraga, dia bilang sih karena saya terlalu gemuk. Sehingga akhirnya lutut dan kaki saya merasa terlalu terbebani dengan berat badan tubuh saya. OK, alasan yang masuk akal. 
Kemudian, saya mengeluhkan lagi kepada seorang teman saya yang lain, kebetulan dia agak pintar dengan masalah yang berbau kesehatan. Dia bilang karena saya kurang olahraga. OK, alasan yang masuk akal juga.
Setelah mendengar alasan-alasan tersebut, saya mencoba mencerna sendiri.
1. Kurang olahraga, bisa jadi. Karena semenjak saya menikah, saya sangat kurang berolahraga. Dulu saya rajin sekali berjalan kaki, lebih dari 30 menit setiap hari. Selain itu, dulu saya rajin naik dan turun tangga (karena kamar saya berada di lantai dua kosan).
2. Saya terlalu gemuk. Hmm... perasaan saya, berat badan tidak bertambah sebelum dan sesudah menikah (dibuktikan dengan saya menimbang berat badan saya).
Jadi, penyebab rasa nyeri di kaki saya yang paling masuk akal bagi saya adalah karena saya kurang olahraga. Sehingga kaki saya mengalami kekakuan dan kaget ketika lama tertekuk di motor. Terlebih, saya berangkat subuh dan pulang malam, sehingga si kaki terkena angin malam yang dingin.
Akhirnya, saya inisiatif untuk rajin melakukan peregangan. Alhamdulilah, walaupun masih nyeri, tapi setidaknya tidak sejam setelah naik motor (waktunya bisa dikurangi).
Saran saya, ketika kaki merasa kaku ketika naik motor, sebaiknya berhenti terlebih dahulu untuk meluruskan tubuh dan melakukan beberapa gerakan peregangan. Seperti memutar-mutar pergelangan kaki dan tangan beberapa kali, skot jam beberapa kali, ya yang gitu-gitu deh untuk meregangkan tubuh.
Selain itu, kita juga harus rajin berolahraga, jalan kaki minimal 30 menit, lari, push up, sit up, mencium lutut (ini sih untuk orang yang males olahraga seperti saya,hehe).
Apakah ada teman-teman yang mengalami hal yang sama dengan saya? Ayo berbagi pengalaman dan penyelesaiannya :)

Rabu, 20 Maret 2013

Alasan kenapa harus mengambil izin untuk membuat surat rujukan

Hahaha... judul yang aneh ya?
Iya karena kadang saya suka bete sendiri kalau ditanya, kenapa harus izin setengah hari atau seharian hanya untuk membuat surat rujukan?
Kata "hanya" nya itu lo yang bikin bete.
Jadi, sekarang saya akan beberkan alasannya. Seperti yang telah diketahui, ayah saya sedang sakit sehingga setiap bulan saya dan adik saya secara bergantian menemani beliau check up ke rumah sakit di Cimahi. Ayah saya menggunakan kartu Askes, sehingga untuk berobat ke rumah sakit di luar kota memerlukan surat rujukan dari rumah sakit daerah, dalam kasus saya adalah rumah sakit umum daerah Cianjur.
Nah, untuk mendapatkan surat rujukan dari rsud, saya juga memerlukan surat rujukan dari puskesmas setempat.
Berdasarkan pengalaman saya setiap bulan, saya pergi meminta surat rujukan dulu ke puskesmas sekitar jam setengah 8 pagi. Biasanya sih di puskesmas tidak terlalu lama, karena tidak terlalu mengantri. Kemudian, saya pergi ke rumah sakit, sekitar pukul 8 lebih. Tiba di rumah sakit, saya harus mengambil nomor antrian untuk mendaftar di poli yang dituju. Dan, biasanya, saya mendapat nomor antrian 300 sedangkan yang dipanggil baru nomor antrian 150. Saya menunggu sekitar satu jam lebihan lah. Sambil menunggu, saya pergi ke askes center untuk mendapat cap.
Kemudian saya kembali lagi ke ruang tunggu umum dan saya dipanggil pada pukul setengah 10 lebih. Setelah mendaftar, kemudian saya antri lagi di depan poli yang dituju. Dalam hal ini adalah poli bedah. Saya mendapat no urut 63. Tapi.... menurut para pasien yang telah lebih dulu mengantri dibanding saya, nomor urut itu tidak berarti apa-apa. Karena pasien dipanggil sesuai dengan arsip yang lebih dulu masuk.
Jadi, begitulah, saya mulai mengantri sekitar pukul 10 dan baru dipanggil pada pukul 11. Masuk ke poli bedah, ditanya sedikit oleh dokter bedah, kemudian dia tanda tangan. Setelah itu saya harus minta surat pengantar dari askes di lantai 2.
Setelah surat pengantar dari askes selesai, berakhirlah perjalanan wisata saya di rumah sakit hari itu, sekitar pukul setengah 12 lebih.
Jadi, pada intinya, untuk membuat surat rujukan saya diperlakukan sama seperti pasien yang akan berobat.
Itulah mengapa "hanya" untuk membuat surat rujukan saya harus izin setengah hari dari pagi. Mungkin pengalaman teman-teman berbeda?

Jumat, 15 Maret 2013

Pengalaman Menggunakan Askes

Pernah dengar dunk dengan istilah Askes?
Yupz, Askes kependekan dari Asuransi Kesehatan. Kartu Askes sendiri biasanya dimiliki oleh pegawai negeri sipil (PNS) dan keluarganya, pensiunan, dan pegawai swasta.
Para pemegang kartu Askes diberi kemudahan dalam membayar biaya pengobatan dan perawatan. Bagi pemegang kartu askes, ada iuran setiap bulannya harus dibayarkan. Hanya saja, saya kurang tahu berapa iuran tiap bulannya, sepertinya berbeda-beda tergantung jenis askes yang diambil. (info lebih lanjut silakan kunjungi website askes)
Banyak rumah sakit di Indonesia yang bekerja sama dengan PT. Askes, biasanya sih rumah sakit negeri, tapi ada juga rumah sakit swasta yang menerima pasien yang menggunakan askes. Contohnya rumah sakit Al - Islam Bandung dan RS Al - Ihsan Bandung.
Banyak yang mengatakan bila berobat menggunakan kartu askes sangat sulit dan juga penuh penderitaan. Tapi pengalaman yang saya rasakan tidak terlalu sulit.
Ayah saya pemegang kartu askes dan tahun lalu baru saja di operasi. Semua biaya pengobatan dan perawatan di biayai oleh pt askes. Hingga sekarang, ayah saya masih check up setiap bulan dan masih gratis karena menggunakan kartu askes (tentu saja sebenarnya ada beberapa obat yang tidak ditanggung oleh pt askes sehingga harus kita sendiri yang membelinya di apotik).
Hanya saja memang, untuk berobat ke rumah sakit dengan menggunakan kartu askes kita harus membuat surat rujukan dari puskesmas setempat. Untuk pengguna kartu askes seperti ayah saya, yang berobat ke luar kota, kita harus meminta surat rujukan dari puskesmas setempat kemudian meminta surat rujukan ke rumah sakit umum daerah setempat. Itulah mengapa, setiap bulan, saya dan adik saya akan meliburkan diri selama dua hari. Hari pertama digunakan untuk membuat surat rujukan dan hari kedua digunakan untuk berobat.
Biasanya untuk membuat surat rujukan di puskesmas sih tidak akan lama, paling hanya beberapa menit saja. Tapi tentu saja, yang agak lama adalah membuat surat rujukan di rumah sakitnya. Karena selain dari askes center, kita harus meminta surat rujukan dari dokter di poli tertentu. Setelah itu kita meminta capnya dari petugas apalah namanya (saya tidak ingat, karena petugasnya jutek abis dan angkuh). Untuk membuat surat rujukan saja bisa sampai setengah hari,hehe
Oia, lupa, askes memberi izin untuk berobat ke rumah sakit di luar kota bila penyakit yang kita derita tidak ada dokternya di rumah sakit daerah kita. Contohnya ayah saya harus dirawat di poli ortopedi, karena di Cianjur tidak ada poli ortopedi, maka kita bisa ke rumah sakit Bandung yang ada poli ortopedi.
Kemudian kita lanjut ke rumah sakit yang kita tuju. Kita masih harus berangkat pagi-pagi, karena pengguna kartu askes yang akan berobat pun tentunya banyak. Pengalaman saya, ketika saya datang, saya mendapat antrian nomor 300 sedangkan yang dipanggil baru antrian nomor 100,wew ah... :p
Setelah berabad-abad mengantri untuk mendapatkan SJP, saya kemudian beralih ke petugas polinya. Itupun harus menunggu lagi. Lagi-lagi pengalaman saya, saya menyerahkan SJP jam 10 dan baru dipanggil pukul 11.30 atau lebih. Diperiksa ma dokternya sih ga nyampe 30 menit, paling cuma 10-15 menit, udah gitu keluar lagi. 
Biasanya sih, setelah diperiksa dokter akan diberi resep. Jadi, kita harus ngantri lagi deh di loket apotik khusus pemegang kartu askes. Nunggunya sih yaaaa lumayanlah, paling sejaman,wkwkwkwk....
Dan setelah itu, pulang deh. Pake kartu askes memang gratis sih berobatnya juga obat-obatannya (selama obatnya masih dibiayai askes :p), tapi ngantrinya itu looooo.... bikin beruban,wkwkwkwk...
Jadi untuk para pemegang kartu askes, saat anda akan check up, jangan lupa bawa gadget, makanan, juga minuman biar tidak bosan selama menunggu.
Akhir kata, semoga cepat sembuh bagi anda yang sedang sakit.....

Memori masa lalu

Setiap sebulan sekali, saya mengantar ayah check up ke Rumkit Dustira di Cimahi.
Ayah saya mengalami kecelakaan sehingga tulang femur kirinya patah dan harus dioperasi. Pada awalnya, ayah saya menolak untuk di operasi, beliau pun kemudian pergi ke bengkel tulang. Selama kurang lebih lima tahun, ayah saya pergi ke sekitar tujuh bengkel tulang, tapi belum ada hasil yang menggembirakan. Saat kondisi kakinya sudah membaik - waktu itu ayah sudah menggunakan tongkat dua, sebelumnya hanya menggunakan kursi roda -, beliau terjatuh lagi.
http://www.emocutez.com Kejadiannya sekitar sebulan sesudah saya sidang. Selama hampir dua minggu ayah saya hanya terbaring di tempat tidur karena tidak bisa bangun. Belakangan, saya mengetahui bahwa ada saraf yang terjepit. Dokter kenalan kami menjelaskan bahwa saraf terjepit itu merupakan akibat dari tulang yang patah tapi belum sembuh. Dokter itu kemudian membujuk kembali ayah untuk melakukan operasi. Ayah saya masih ketakutan untuk operasi. Semua teman-teman, kolega, dan saudara sudah membujuk ayah untuk operasi, tapi beliau masih belum mau untuk operasi.
Minggu ketiga kondisi ayah sudah membaik, beliau sudah bisa bangun meski tetap harus dibantu. Salah seorang teman kemudian mengusulkan untuk pergi ke dr. Bana.
Kami pun lantas membawa ayah ke sana. Setelah dinasehati oleh dokter, ayah pun lalu mau dioperasi.
Kami sungguh senang dengan pernyataan ayah. Dokter Bana menyarankan untuk menemui dr. Bambang di rumah sakit Hasan Sadikin Bandung. Kami pun segera ke Hasan Sadikin dan menemui dr. Bambang.
Dr. Bambang kemudian memeriksa ayah dan memang mengusulkan untuk segera dioperasi. Ayah dengan tegar mengatakan bahwa dia siap untuk operasi secepatnya. Sehingga hari itu pula, kami segera mencari tahu tentang kamar rawat inap dan biaya operasi. Berhubung ayah adalah PNS, tentu saja kami mengandalkan kartu Askes untuk membantu membiayai pengobatan ayah. Kami memang mendapatkan informasi tentang biaya operasi, tapi petugas RSHS bilang tidak ada kamar yang tersedia untuk saat itu (kami mendapat layanan kamar kelas III untuk PNS gol. IIIB).
Baiklah, akhirnya kami pulang karena dijanjikan akan segera dihubungi oleh pihak RSHS begitu ada kamar kosong yang tersedia. Selama hampir dua minggu kami menunggu dan rutin menelpon RSHS tentang adanya kamar kosong, selalu tidak ada jawaban petugasnya. Kami benar-benar kecewa dengan pelayanan RSHS.
Kami pun lalu menyusun strategi baru, karena ayah sudah resah gelisah galau ga jelas dengan keadaannya. Akhirnya kami memutuskan untuk membawa ayah ke rumah sakit Dustira di Cimahi. Sekali lagi, mengandalkan kartu Askes. Alhamdulilah.... ayah saya segera ditangani dengan baik disana. Tempatnya pun bagi saya cukup menyenangkan, tidak terlihat seperti rumah sakit. Bahkan adik adik saya berebut untuk menunggu ayah disana (adik-adik saya kelas 5 dan 3 SD).
Ayah saya mendapatkan ruangan di sana, dimana hanya ada dua pasien di ruangan tersebut dan ada kamar mandi di dalamnya (ada enam ruangan dalam satu bangunan). Hanya sekitar empat hari ayah dirawat pra operasi, kemudian enam hari pasca operasi. Setelah itu, selama kurang lebih dua bulan ayah diharuskan bedrest di rumah.
Satu hal yang saya ingat sewaktu ayah dirawat adalah saya dan adik kedua saya bisa berada di Cianjur dan Cimahi hanya dalam waktu setengah hari. Yupz, rumah kami di Cianjur dan ayah di rawat di Cimahi. Kami bisa tiga kali bolak-balik Cianjur-Cimahi dalam sehari atau semalam. Kalau ga macet sih ga masalah, tapi kalau udah macet, kerasa banget capenya,hehehe... Tapi itu adalah bagian dari kenangan kami.
Sehari setelah ayah dioperasi adalah hari dimana saya di wisuda. Awalnya saya enggan untuk menghadiri wisuda, tapi ibu menyuruh saya menghadirinya. Akhirnya, saya ditemani adik kedua saya menghadiri wisuda, dengan dandanan seadanya (ga sempat ke salon), udah gitu terlambat pula.
Wisuda sarjana yang bagi orang lain adalah event spesial tapi tidak bagi saya. Kalau diingat-ingat, hari kelulusan bagi saya bukanlah hari yang istimewa. Ketika lulus SMP, saya menghadirinya bersama sahabat saya karena ayah harus menemani ibu saya yang keguguran di RS. Ketika lulus SMA, saya menghadirinya didampingi adik kedua saya, karena ayah menemani ibu yang baru saja melahirkan adik bungsu saya.
Hehehe... betapa tidak beruntungnya saya,http://www.emocutez.com
tapi tenang, masih ada wisuda S2 dan S3, insya Allah :)
Jadi, itulah flashback cerita mengenai ayah saya. Sampai sekarang ayah, sekitar delapan bulan pasca operasi, ayah saya masih menggunakan kursi roda. Dokter bilang, hal ini wajar karena kejadiaannya sudah hampir enam tahun yang lalu dan si tulang tidak diberi apa-apa, sehingga tulang-tulang ayah mengalami keroposan dan butuh waktu lama agar tulang-tulangnya cukup kuat untuk kembali normal.
Mohon doanya saja dari teman-teman agar keadaan ayah saya semakin membaik, aamiin.
Terima kasih sudah membaca postingan saya kali ini :)
Berhati-hatilah selalu di jalan... http://www.emocutez.com

Rabu, 13 Maret 2013

Rameeeeen....

Sekarang saya sedang ingin mencoba makan mie ramen. Sebenarnya saya baru tahu kalo ada mie ramen,wkwkwkwk...
Finally, saya pun mengajak teman-teman kantor untuk makan ramen bareng-bareng. Rencana awalnya kami akan makan ramen di Gokana yang berada di Ciwalk. Ketika akan berangkat, salah satu teman kami menyarankan untuk makan di Gokana yang berada di Piset Mall yang beralamat di Jalan Pelajar Pejuang No. 45. Kalo dari tempat kami, Gede Bage, sih sebenarnya hanya tinggal naik angkot jurusan St. Hall - Gede Bage arah St. Hall dan kemudian turun di perempatan Jl. Pelajar Pejuang yang setelah Turangga, kemudian berjalan kaki sedikit menuju Piset Mall.
Eh, tapi kami berubah pikiran lagi, akhirnya kami jadi makan di TSM (Trans Studio Mall) yang memang lebih dekat dari kami, TSM berada di Jalan Gatot Subroto. Kami hanya naik angkot Cicadas - Cibiru dan turun di Binong kemudian melanjutkan dengan angkot Kalapa - Cicaheum (01) dan turun tepat di depan TSM.
Ketika tiba di TSM, kami melihat-lihat dulu sebelum memutuskan ke food court. Ternyata tidak ada ramen di sana (setidaknya menurut kami). Akhirnya kami makan di Straitss. Ternyata untuk makan di sana kita butuh kartu TSM. Ya sudahlah, akhirnya kami patungan untuk membuat kartu TSM.
Kartu TSM itu berfungsi sebagai alat pembayaran di sana, juga ketika kita bermain di Trans Studio. Kalo isi kartu tersebut habis, kita tinggal mengisinya lagi di stand-stand di sana. Menurut saya sih, lumayan praktis, tentu saja kita harus ingat berapa sisa saldo di kartu tersebut, hehehe
OK, akhirnya kami pun makan di sana. Saya sendiri memesan menu yang agak Jepang-Jepang gitu, lupa lagi saya namanya. Tapi, saya masih penasaran dengan ramen :(
Menurut teman saya, ramen yang enak itu di Gokana. Gokana ada di Kings, di Piset Mall, dan di Ciwalk, itu sih yang saya tahu. Tapi teman saya juga mengatakan kalo tempat mie ramen juga ada di jalan Kliningan Buah Batu dan juga Hachi Ramen di jalan Buah Batu yang deket Circle K.
Hmm... kapan-kapan saya harus mencicipi ramen dan ga boleh gagal lagi,hihihi....

Honeymoon yang Tertunda

Tanggal 10 hingga 12 Maret kemarin adalah tanggal yang menyenangkan bagi saya. Tentu saja karena saya bisa berlibur bersama dengan suami tercinta. Sengaja saya meliburkan diri hanya untuk mengambil kesempatan tersebut,hihihi...
Jadi, ceritanya pada tanggal 10 (hari Minggu) saya dan suami pulang ke rumah orang tua di Cianjur. Iseng, saya meminta suami melalui Cililin. Sebenarnya, saya juga belum pernah ke Cianjur via Cililin sih,hehe.. tapi kan namanya juga jalan-jalan, jadi apa salahnya, betul tidak?
Kami sudah hampir tiba di Cililin hingga suami saya yang merasa ragu, bertanya pada seorang penduduk. Orang tersebut kemudian menjelaskan bahwa perjalanan ke Cianjur via Cililin lebih jauh ditambah jalan yang agak ekstrim. Well, mendengar penjelasan si bapak, suami saya langsung mengurungkan niat untuk meneruskan perjalanan (Cianjur via Cililin). Kami pun lalu berbalik arah, menuju Batu Jajar yang nantinya tembus ke Cimareme - Padalarang. Agak kecewa sih, tapi yaa mau gimana lagi. OK lah, kita lanjut ke Cianjur.
Kemudian lepas dari Cipatat, saya ingat ada waduk Saguling. Kemudian saya meminta suami untuk mampir sejenak melihat Saguling. Akhirnya kami pun menyimpang sejenak ke Saguling. Hampir 5 km kami berjalan, kemudian ada papan petunjuk. Ternyata, Saguling masih 15 km lagi. Sebenarnya, lumayan deket, tapi orang rumah sudah mengirim pesan berkali kali, jadi... kami pun kembali mengurungkan niat untuk melihat Saguling dan segera pulang :(
Pada hari Seninnya, kami pun kembali menyusuri jalanan. Tujuan kami, Puncak - Taman Bunga Nusantara dan Kebun Raya Cibodas, sepertinya agak dipaksakan yah? Tapi kami memang menyinggahi ketiga tujuan kami :D
Senangnya...
Kami pergi ke Puncak, yang merupakan perbatasan antara Cianjur dan Bogor. Tentu saja, tebing tinggi, perkebunan teh, dan pepohonan menemani perjalanan kami. Kami berhenti di mesjid At - Ta'awun, melepas lelah sekaligus berfoto-foto,hehe...
Kemudian, kami menuju Taman Bunga Nusantara. Pemandangan yang indah tetap menemani kami. Hanya saja, jalan menujur Taman Bunga Nusantara yang sedikit rusak di beberapa titik sedikit mengganggu ditambah asap hitam dari knalpot truk.
Setelah sejam perjalanan, kami pun akhirnya tiba di halaman parkir Taman Bunga Nusantara. Well, kendaraan yang parkir di dominasi plat B, hehe....
 Tiket masuk ke Taman Bunga Nusantara 25 ribu per orang, untuk parkir motor 5 ribu, ada pula tiket untuk mobil trem (atau apalah namanya, saya lupa) 4 ribu per orang. Karena saya sudah sering ke sini, jadi ya menurut saya tetep biasa sih,hehe...
Tapi kali ini, saya akhirnya naik menara pandang. Wah, ternyata lumayan tinggi juga, tapi pemandangannya bagus. Lift yang seharusnya bisa dipergunakana, kemarin tidak digunakan. Entah rusak atau entah pula memang sedang tidak dipergunakan. Sayangnya, ketika kami ke sana kemarin, taman ini sedang dalam proses pembersihan. Jadi, kurang gimana gitu ya...
Hal yang sedikit menarik adalah ketika suami saya sedang memperhatikan angsa hitam di taman angsa. Ternyata ada angsa hitam yang sedang memberi makan ikan. Subhanallah, bahkan hewan pun bisa berbagi dan mengasihi :D
 
 












Sudah puas di Taman Bunga Nusantara, kami pun mengunjungi tempat terakhir, Kebun Raya Cibodas. Satu hal yang saya cari dan saya rindukan dari Cibodas adalah airnya yang dingin dan jernih :D
Ketika akan memasuki pelataran parkir, kami disambut oleh petugas retribusi yang pada hari itu sedang galak. Untuk masuk dikenakan biaya 3 ribu per orang dan motor juga 3 ribu. OK, kami bayar.
Kemudian kami masuk lagi menuju pintu masuk yang sesungguhnya. Tiket masuknya per orang 9 ribu dan motor 5 ribu.
Setelah membayar, kami pun segera masuk. Wah, tetap indah. Ada Guest House, Rumah Kaca, Danau Besar, Air Mancur, Curug Ciniis, Curug Cibogo, taman lumut, taman paku-pakuan.
Sebenarnya kami ingin pergi ke curug Ciniis, tapi karena hari sudah sangat sore, kami hanya berkunjung ke curug Cibogo. Sayangnya, ternyata bila membawa kendaraan ke sini biayanya yang lumayan besar (menurut saya). Lebih hemat menggunakan angkot, walaupun tentu saja kita harus siap berjalan kaki,hehehe...
Jadi itulah, sedikit cerita saya di liburan awal bulan ini. Oia, mengenai judul, xixixi... sebenarnya, judul itu hanya akal-akalan saya saja. Sebenarnya ga niat niat amat sih untuk honeymoon. Karena hanya berdua dengan suami juga sudah menjadi honeymoon untuk saya,hehe
Saya tak sabar menunggu liburan selanjutnya :D